TUGAS AGAMA ISLAM
AL – QUR’AN
DISUSUN OLEH :
NAMA :WAHYUNI
USMAN
NIM :1613201010
DOSEN PEMBIMBING: JHON KENEDI, M.Esy
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI RIAU
PENGERTIAN AL-QUR’AN, SEJARAH TURUNNYA AL-QUR’AN DAN
KEMUKJIZATANNYA
I. PENGERTIAN AL-QUR’AN
A. Pengertian
Al-Quran Secara Etimologi ( Bahasa )
1.
Al-Lihyani
Al- Quran merupakan nama bagi firman
Allah yang diturunkan Kepada nabi kita Muhammad SAW
2.
Az-Zujaj
Al-Quran merupakan nama bagi firman
Allah yang diturunkan kepada Nabi yang menghimpun surat-surat , dan
kisah-kisah, juga perintah dan larangan atau menghimpun
intisari kitab-kitab suci sebelumnya,
3.
Al-asya`ri
Al-Quran adalah kumpulan yang
terdiri atas ayat-ayat yangsaling menguatkan danterdapat kepemimpinan antara
ayat satu dengan ayat lainnya.
4.
Al-farra
Al-Quran dalah kumpulan yang terdiri
atas ayat-ayat yang saling menguatkan dan terdapat kemiripan antara
yang satu dengan yang lainnya.
5.
Pendapat lain
Al-Quran adalah himpunan intisari
kitab-kitab Allah yang lain bahkan seluruh ilmu yang
ada.
B.
Pengertian Al-Quran Secara Terminologi ( Istilah )
1. Al-Jurajani
Al- Quran adalah kitab Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw ditulis dalam mushaf dan diriwayatkan
secara mutawatir tanpa keraguan
2. Manna
al-Qatthan
Al-Quran adalah kiatb ynag
diturunkan Allah kepada Nabi uhammad SAW dan orang yang
membacanya akan memperoleh pahal
3. Abu Syahbah
Al-Quran adalah kitab yang
diturunkan baik lafaz atau makna kepada Nabi terakhir, diriwayatkan secara
mutawatir (penuh kepastian dan keyakinan) ditulis pada mushaf dari surah
Al- Fatihah sampai surah An-Nas.
4. Pakar Ushul
Fiqh, dan Bahasa Arab
Al-Quran adalah kitab yang
diturunkan kepada Nabi Nya, lafaznya dengan mengandung mukjizat ,
membacannya mepunyai nilai ibadah, diturunkan secara mutawatir dan
ditulis pada mushaf
II.
SEJARAH
TURUNNYA AL QUR’AN
a. metode Turunnya Wahyu Al Qur’an
Al-Quran turun selama 22 tahun 2
bulan 22 hari, dari 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi sampai 9 Zulhijjah
Haji wada`tahun 63 dari kelahiran Nabi atau 10 H Al-Quran turun melalui tiga
tahap yaitu :
·
Al Quran turun sekaligus dari Allah ke Lukh mahfudh
·
Al- Quran turun dari laukh mahfudh ke bait Al- izzah
(tempat yang berada dilangit dunia
·
Al-Quran turun dari bait Al- izzah ke hati Nabi
melalui perantara Jibril dengan berangsur-angsur, kadang satu ayat, dua ayat,
bahkaan satu surat
Hikmah Diturunkan Al-Quran Secara Berangsur-Angsur
yaitu : Memantapkan
Hati Nabi
·
Menentang dan melemahkan para penantang Al-Quran
·
Memudahkan untuk di hafal dan di pahami
·
Mengikuti setiap kejadian (yang menyebabkan turunnya
Al-Quran)
·
Membuktikan dengan pasti bahwa Al-Quran turun dari
Allah yang Maha Bijaksana
b. Metode
Penulisan Al Qur’an
Pada masa nabi, wahyu yang diturunkan oleh
Allah kepadanya tidak hanya di eksprersikan dalam betuk hafalan tapi juga dalam
bentuk tulisan. Sekretaris
pribadi nabi yang bertugas mencatat wahyu yaitu Abu Bakar, Umar bin Khatab, Khalid
Bin Walid dan Mua`wiyah Bin Abi Sofyan. Mereka menggunakan alat tulis sederhana
yaitu lontaran kayu,pelepah
kurma.,tulang-belulang, dan batu.
Faktor yang mendorong penulisan Al-Quran pada masa Nabi yaitu membukukan hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para Sahabat dan mempersentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna
Faktor yang mendorong penulisan Al-Quran pada masa Nabi yaitu membukukan hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para Sahabat dan mempersentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna
1. Penulisan Al
Qur’an Pada Masa Khulafaurrasyidin
Pada masa Khalifah Abu Bakar beliau
memerintahkan untuk mengumpulkan wahyu-wahyu yang tersebar, kedalam satu
mushaf, Usaha pengumpulan ini dilakukan setelah terjadi perang Yamamah pada 12
H yang telah menggugurkan nyawa 70 orang penghafal Al-Quran. Akibat dari
kekhawatiran atas kelestarian Al-Quran , maka dipercayakan Zaid bin tsabit
untuk mengumpulkan wahyu tersebut. Usaha pengumpulan tersebut selesai dalam waktu
± 1 tahun yaitu pada 13 H.
Kemudian pada masa khalifah Usman bin Affan terjadi perselisihan paham tentang perbedaan cara baca Al-Quran yang sudah berada pada titik yang menyebabkab umat Islam saling menyalahkan yang pada akhirnya menyebabkan perselisihan . Akibat peristiwa tersebut , timbul lah inisiatif khaalifah Usman untuk mengumpulkan Al-Quran. Orang yang melakukan resensi Al-Quran adalah ; Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Alsh dan Abdurrahman bin Al- Harish .
Dengan demikian suatu naskah absah Al-Quran yang disebut Mushaf Usmani telah diterapakan dan salinan nya di bagi beberapa wilayah utama daerah Islam.
Kemudian pada masa khalifah Usman bin Affan terjadi perselisihan paham tentang perbedaan cara baca Al-Quran yang sudah berada pada titik yang menyebabkab umat Islam saling menyalahkan yang pada akhirnya menyebabkan perselisihan . Akibat peristiwa tersebut , timbul lah inisiatif khaalifah Usman untuk mengumpulkan Al-Quran. Orang yang melakukan resensi Al-Quran adalah ; Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Alsh dan Abdurrahman bin Al- Harish .
Dengan demikian suatu naskah absah Al-Quran yang disebut Mushaf Usmani telah diterapakan dan salinan nya di bagi beberapa wilayah utama daerah Islam.
2. Penyempurnaan
Penullisan Al Qur’an Setelah Masa Khalifah
Mushaf yang ditulis pada masa
khalifah Usman tidak memiliki harakat dan tanda titik, sehingga orang non arab
yang memeluk Islam merasa kesulitan membaca mushaf tersebut
Oleh karena itu pada masa khalifah Abd Al-Malik ( 685-705 ) dilakukan penyempurnaan oleh dua tokoh berikut :
Oleh karena itu pada masa khalifah Abd Al-Malik ( 685-705 ) dilakukan penyempurnaan oleh dua tokoh berikut :
a. Ubaidilllah
bin ziyad, beliau melebihkan alif sebagai pengganti dari huruf yang di buang
b. Al-Hajjad
bin yusuf Ats- Tsaqafi, beliau menyempurnakan mushaf Usmani pada sebelas
tempat yang memudahkan pembaca mushaf,
c. Abu
Al-Aswad Ad- Du`Ali , Yahya Bin Ya`Mar, Nashr Bin Asyim Al-Laits sebagai
orang yang pertama kali meletakkan tanda titik pada mushaf Usmani.
d. al-Khalid
bin Ahmad Al- Farahidi Al-Azdi , beliau orang yang pertama kali meletakkan
hamzah , tasdid, arrum dan Al-Isyamah adalah .
3. Proses
Pencetakan Al-Quran
Berikut ini urutan pencetakan Al-Qur’an
a.
Pertama kali di cetak di Bundukiyyah pada 1530
b.
Hinkalman pada masa 1694 M di Hamburg ( jerman )
c.
Meracci pada 1698 M di paduo
d.
Maulaya Usman di sain Peter buorgh, Uni Sovyet ( Label
Islami )
e.
Terbit cetakan di Kazan
f.
Iran pada 1248 H / 1828 kota Taheran
g.
Ta`di Tabriz pada 1833
h.
Ta`di leipez, Jerman pada 1834
III. KEMUKJIZATAN
AL QUR’AN
Al-Qur`an
sebagai kitab samawi terakhir yang diberikan kepada Muhammad sebagai penuntun
dalam rangka pembinaan umatnya sangatlah fenomenal. Lantaran di dalamnya sarat
nilai-nilai yang unik, pelik dan rumit sekaligus luar biasa. Hal ini lebih
disebabkan karena eksistensinya yang tidak hanya sebagai ajaran keagamaan saja,
melainkan ajaran kehidupan yang mencakup total tata nilai semenjak hulu
peradaban umat manusia hingga hilirnya. Diantara nilai-nilai tersebut
adalah pada aspek kebahasaannya, isyarat-isyarat ilmiyah dan muatan hukum yang
terkandung didalamnya. Saking pelik, unik, rumit dan keluar biasanya tak pelak
ia menjadi objek kajian dari berbagai macam sudutnya, yang darinya melahirkan
ketakkjuban bagi yang beriman dan cercaan bagi yang ingkar.
Namun demikian,
seiring dengan waktu dan kemajuan intelkstualitas manusia yang diikuti dengan
perkembangan ilmu pengetahuan modern, sedikit demi sedikit nilai-nilai tersebut
dapat terkuak dan berpengaruh terhadap kesadaran manusia akan keterbatasan
dirinya, sebaliknya mengokohkan posisi Al-Qur`an sebagai kalam Tuhan yang Qudus
yang berfungsi sebagai petunjuk dan bukti terhadap kebenaran risalah yang
dibawa Muhammad. Serentetan nilai Al-Qur`an yang unik, pelik, rumit sekaligus
luar biasa hingga dapat menundukkan manusia dengan segala potensinya itulah
yang lazimnya disebut dengan MUKJIZAT.
1.
Pengertian Mukjizat
Kata
“Mukjizat” menurut Quraish Shihab berasal dari bahasa Arabأعجز yang berarti
“melemahkan atau menjadikan tidak mampu”, sedangkan ة“” ta’ marbutah pada kata
معجزة menunjukkan makna mubalaghoh (superlative)
Menurut
kamus besar Purwo Darminto adalah “kejadian ajaib/luar bisaa yang sukar
dijangkau oleh kemampuan manusia”2. Sedangkan menurut pakar agama
Islam adalah “suatu hal atau peristiwa luar bisaa yang terjadi melalui seorang
yang disebut Nabi, sebagai bukti kenabiannya yang di tantangkan pada yang
meragukan, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak
mampu melayani tantangan tersebut”.3 Manna’ Khalil Al-Qattan
menjelaskan bahwa pengertian “Kelemahan” secara umum ialah ketidakmampuan
mengerjakan sesuatu, sehingga nampaklah kemampuan dari “mu’jis”(sesuatu yang
melemahkan). Dan kata I’jas dalam konteks ini adalah menampakkan kebenaran Nabi
dalam pengakuannya sebagai seorang Rasul dengan menampakkan kelemahan orang
Arab beserta generasi-generasi setelahnya untuk menghadapi mu’jizatnya yang
abadi( Al-Qur`an).
2.
Makna
Kemujizatan Al-Qur`an
Berdasarkan
sifatnya, mukjizat (Al-Qur`an) yang diberikan kepada nabi Muhammad SAW.
sangatlah berbeda dengan mukjizat-mukjizat yang diberikan kepada nabi-nabi
terdahulu. Jika para nabi sebelumnya bersifat hissiy-matrial sedangkan
Al-Qur`an bersifat maknawi / immateri. Perbedaan tersebut bertolak pada dua hal
mendasar yaitu pertama, para nabi sebelum Muhammad SAW. ditugaskan pada
masyarakat dan masa tertentu. Oleh karenanya mukjizat tersebut hanya sementara.
Sedangkan Al-Qur`an tidak terbatas pada masyrakat dan masa tertentu sehingga
berlaku sepanjang masa. Kedua, secara historis-sosiologis dalam pemikirannya
manusia mengalami perkembangan. Auguste Comte(1798-1857) –sebagaimana dikutip
oleh Quraish Shihab- ia berpendapat bahwa pikiran manusia dalam perkembangannya
mengalami tiga fase. Pertama Fase keagamaan, dikarenakan keterbatasan
pengetahuan manusia ia mengembalikan penafsiran semua gejala yang terjadi pada
kekuatan Tuhan atau dewa yang diciptakan dari benaknya. Kedua fase metafisika,
yaitu manusia berusaha menafsirkan gejala yang ada dengan mengembalikan pada
sumber dasar atau awal kejadiannya. Ketiga fase ilmiah, dimana manusia dalam
menafsirkan gejala atau fenomena berdasarkan pengamatan secara teliti dan
eksperimen sehingga didapatkan hukum-hukum yang mengatur fenomena tersebut11.
Posisi Al-Qur`an sebagai mukjizat adalah pada fase ketiga dimana ditengarahi
bahwa potensi pikir-rasa manusia sudah luar biasa sehingga bersifat universal
dan eternal.
Umumnya
mukjizat para rasul berkaitan dengan hal yang dianggap bernilai tinggi dan
sebagai keunggulan oleh masing-masing umatnya pada masa itu. Misalnya pada
zaman nabi Musa lagi ngeternnya tukang sihir, maka mukjizatnya sebagaimana
tertera dalam QS. Al-a’raf: 103-126, As-Su’ara’: 30-51, dan Thoha: 57-73. pada
nabi Isa adalah zaman perdukunan / tabib maka mukjizatnya adalah seperti pada
QS. Ali Imran: 49 dan Al-Maidah: 110. Dan pada zaman Muhammad lagi
marak-maraknya sastra sehingga mukjizat yang mach adalah Al-Qur`an12. Dari
sinilah sebagian ulama berpendapat bahwa kemukjizatan Al-Qur`an yang utama saat
itu adalah kebahasaan dan kesastraannya di samping isi yang terkandung di
dalamnya.
3.
Kemukjizatan Al-Qur`an dari aspek Bahasa dan Sastra
Dari segi
kebahasaan dan kesastraannya Al-Qur`an mempunyai gaya bahasa yang khas yang
sangat berbeda dengan bahasa masyarakat Arab, baik dari pemilihan huruf dan
kalimat yang keduanya mempunyai makna yang dalam. Usman bin Jinni(932-1002)
seorang pakar bahasa Arab -sebagaimana dituturkan Quraish Shihab- mengatakan
bahwa pemilihan kosa kata dalam bahasa Arab bukanlah suatu kebetulan melainkan
mempunyai nilai falsafah bahasa yang tinggi13. Kalimat-kalimat dalam Al-Qur`an
mampu mengeluarkan sesuatu yang abstrak kepada fenomena yang konkrit sehingga
dapat dirasakan ruh dinamikanya, termasuk menundukkan seluruh kata dalam suatu
bahasa untuk setiap makna dan imajinasi yang digambarkannya. Kehalusan bahasa
dan uslub Al-Qur`an yang menakjubkan terlihat dari balgoh dan fasohahnya, baik
yang konkrit maupun abstrak dalam mengekspresikan dan mengeksplorasi makna yang
dituju sehingga dapat komunikatif antara Autor(Allah) dan penikmat (umat)
Kajian
mengenai Style Al-Qur`an, Shihabuddin menjelaskan dalam bukunya Stilistika
Al-Qur`an, bahwa pemilihan huruf dalam Al-Qur`an dan penggabungannya antara konsonan
dan vocal sangat serasi sehingga memudahkan dalam pengucapannya. Lebih lanjut
–dengan mengutip Az-Zarqoni- keserasian tersebut adalah tata bunyi harakah,
sukun, mad dan ghunnah(nasal). Dari paduan ini bacaan Al-Qur`an akan menyerupai
suatu alunan musik atau irama lagu yang mengagumkan. Perpindahan dari satu nada
ke nada yang lain sangat bervariasi sehingga warna musik yang ditimbulkanpun
beragam. Keserasian akhir ayat melebihi keindahan puisi, hal ini dikarenakan
Al-Qur`an mempunyai purwakanti beragam sehingga tidak menjemukan. Misalnya
dalam surat Al-Kahfi(18: 9-16) yang diakhiri vocal “a” dan diiringi konsonan
yang berfariasi, sehingga tak aneh kalau mereka (masyarakat Arab) terenyuh dan
mengira Muhammad berpuisi. Namun Walid Al-mughiroh membantah karena berbeda
dengan kaidah-kaidah puisi yang ada, lalu ia mengira ucapan Muhammad adalah
sihir karena mirip dengan keindahan bunyi sihir (mantra) yang prosais dan
puitis. Sebagaimana pula dilontarkan oleh Montgomery Watt dalam bukunya “bell’s
Introduction to the Qoran” bahwa style Quran adalah Soothsayer Utterance
(mantera tukang tenung), karena gaya itu sangat tipis dengan ganyanya tukang
tenung, penyair dan orang gila.15 Terkait dengan nada dan lagam bahasa ini,
Quraish Shihab mngutip pendapat Marmaduke -cendikiawan Inggris- ia mengatakan
bahwa Al-Qur`an mempunyai simponi yang tidak ada taranya dimana setiap
nada-nadanya bisa menggerakkan manusia untuk menangis dan bersuka cita.
Misalnya dalam surat An-Naazi’at ayat 1-5. Kemudian dilanjutkan dengan lagam
yang berbeda ayat 6-14, yang ternyata perpaduan lagam ini dapat mempengaruhi
psikologis seseorang.
Selain efek
fonologi terhadap irama, juga penempatan huruf-huruf Al-Qur`an tersebut
menimbulkan efek fonologi terhadap makna, contohnya sebagaimana dikutip Shihabuddin
Qulyubi dalam bukunya Najlah “Lughah Al-Qur`an al-karim fi Juz ‘amma”, bunyi
yang didominasi oleh jenis konsonan frikatif (huruf sin) memberi kesan bisikan
para pelaku kejahatan dan tipuan, demikian pula pengulangan dan bacaan cepat
huruf ra’ pada QS. An-Naazi’at menggambarkan getaran bumi dan langit. Contoh
lain dalam surat Al-haqqah dan Al-Qari’ah terkesan lambat tapi kuat, karena
ayat ini mengandung makna pelajaran dan peringatan tentang hari kiyamat.
Dari
pemilihan kata dan kalimat misalnya, Al-Qur`an mempunyai sinonim dan homonym
yang sangat beragam. contohnya kata yang berkaitan dengan perasaan cinta. علق
diungkapkan saat bertatap pandang atau mendengar kabar yang menyenangkan,
kemudian jika sudah ada perasaan untuk bertemu dan mendekat menggunakan ميل,
seterusnya bila sudah ada keinginan untuk menguasai dan memiliki dengan
ungkapan مودة, tingkat berikutnya محبة, dilanjutkan dengan خلة, lalu الصبابة ,
terus الهوى , dan bila sudah muncul pengorbanan meskipun membahayakan diri
sendiri namanya العشق , bila kadar cinta telah memenuhi ruang hidupnya dan
tidak ada yang lain maka menjadi التتيم , yang semua itu bila berujung pada
tarap tidak mampu mengendalikan diri, membedakan sesuatu maka disebut وليه .18
yang semua kata-kata tersebut mempunyai porsi dan efek makna masing-masing.
Meminjam bahasanya Sihabuddin disebut lafal-lafal yang tepat makna artinya
pemilihan lafal-lafal tersebut sesuai dengan konteksnya masing-masing.
Misalanya, dalam menggambarkan kondisi yang tua renta (Zakaria) dalam QS. Maryam:
3-6, Wahanal ‘Azmu minni bukan Wahanal lahmu minni. Juga Wasyta’alar-ra’su
syaiba (uban itu telah memenuhi kepala) bukan Wasyta’alas- syaibu fi ra’si
(uban itu ada di kepala).
Masih dalam
konteks redaksi bahasa Al-Qur`an berlaku pula deviasi(penyimpangan untuk
memperoleh efek lain) misalnya dalam QS. Asy-Su’ara’, ayat 78-82. Pada ayat 78,
79 dimulai dengan lafal allazi, pada ayat 80 dimulai waidza, namun pada ayat
81, 82 kembali dengan allazi, dan fail pada ayat 78,79,81,82 adalah Allah,
sedang pada ayat 80 faiilnya orang pertama (saya) tentu kalau di’atofkan pada
ayat 78,79,81,82 maka terjadi deviasi pemanfaatan pronomina hua (هو). Lafal
yahdiin, yumiitunii wa yasqiin dan yasfiin tanpa didahului promnomina tersebut.
Pengaruh dan efek deviasi yang ditimbulkan adalah munculnya variasi struktur
kalimat sehingga kalimat-kalimat tersebut tersa baru dan tidak menjemukan
Selain itu
keseimbangan redaksi Al-Qur`an telah membuat takjub para pemerhati bahasa, baik
keseimbangan dalam jumlah bilangan kata dengan antonimnya, jumlah bilangan kata
dengan sinonimnya, jumlah kata dengan penyebabnya, jumlah kata dengan
akibatnya, maupun keseimbangan-keseimbangan yang lain(khusus). Misalnya الحياة
dan الموت masing-masing sebanyak 145 kali. النفع dan الفساد sebanyak 50 kali
dan seterusnya. Kata dan sinonimnya misalnya, الحرث dan الزراعة sebanyak 14
kali,العقل dan النور sebanyak 49 kali dan lain sebagainya. Kata dengan
penyebabnya misalnya, الاسرى (tawanan) dan الحرب sebanyak 6 kali, السلام dan
الطيبات sebanyak 60 kali dan lain-lainnya. Kata dan akibatnya contohnya, الزكاة
dan البركات sebanyak 32 kali,الانفاق dan الرضا sebanyak 73 kali.
Secara umum
Said Aqil merangkum keistimewaan Al-Qur`an sebagai berikut:
1.
Kelembutan Al-Qur`an secara lafziyah yang terdapat
dalam susunan suara dan keindahan bahasa.
2.
Keserasian Al-Qur`an baik untuk orang awam maupun
cendekiawan.
3.
Sesuai dengan akal dan perasaan, yakni Al-Qur`an
memberi doktrin pada akal dan hati, serta merangkum kebenaran serta keindahan
sekaligus.
4.
Keindahan sajian serta susunannya, seolah-olah suatu
bingkai yang dapat memukau akal dan memusatkan tanggapan dan perhatian.
5.
Keindahan dalam liku-liku ucapan atau kalimat serta
beraneka ragam dalam bentuknya.
6.
Mencakup dan memenuhi persyaratan global(ijmali) dan
terperinci (tafsily).
7.
Dapat memahami dengan melihat yang tersurat dan
tersirat.
Semua
data-data yang penulis paparkan, hanyalah sekelumit kandungan kemukjizatan dari
sisi kebahasaan dan tentunya masih banyak hal terkait dengan kontek ini yang
tak mungkin penulis bahas. Singkat kata bahwa ditinjau dari kebahasaan
Al-Qur`an mempunyai kandungan makna luar bisa baik pemilihan kata, kalimat dan
hubungan antar keduanya, efek fonologi terhadap nada dan irama yang sangat
berpengaruh terhadap jiwa penikmatanya atau efek fonologi terhadap makna yang
ditimbulkan serta deviasi kalimat yang sarat makna. Sehingga tak heran bila
Al-Qur`an menempatkan dirinya sebagai seambrek simbul yang sangat komunikatif
lagi fenomenal. Eksistensinya yang sedemikian luarbisa, membuat bangsa Arab
khususnya saat itu bertekuk lutut dan tak mampu berbuat apa-apa.
4. Kemukjizatan
Al-Qur`an dari Aspek Isyarat Ilmiah
Selain
keistimewaan pada kebahasaan, Al-Qur`an juga mempunyai isyarat-isyarat ilmiyah
yang sebagian ulama menganggap sebagai bentuk kemukjizatan Al-Qur`an. Diantara
isyarat-isyarat itu adalah bagaimana Al-Qur`an berbicara tentang reproduksi
manusia. Setidaknya ada beberapa ayat yang menjelaskan proses kejadian manusia
yang berasal dari Nutfah (air mani), yaitu surat Al-Qiyamah (75:36 -39):
Artinya : (36) Apakah
manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung
jawaban)? (37) Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke
dalam rahim) (38) Kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah
menciptakannya, dan menyempurnakannya (39) Lalu Allah menjadikan daripadanya
sepasang: laki-laki dan perempuan.
Surat An-.
Najm (53: 45-46):
Artinya : (45)
Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan
wanita. (46) Dari air mani, apabila dipancarkan
Surat
Al-Waqi’ah (56: 58-59)
Artinya :
(58).Maka
Terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan.(59). Kamukah
yang menciptakannya, atau kamikah yang menciptakannya?
Ayat-ayat di
atas pada zaman modern sesuai dengan penemuan para ahli genetika bahwa air mani
yang menyembur dari laki-laki mengandung 200.000.000 lebih sel sperma yang
salah satu darinya akan menembus rahim dan membuahi ovum. Dalam konsep tersebut
bahwa sel sperma mempunyai kromosum yang dilambangkan hurup XY, sedangkan
perempuan XX. Apabila sel sperma yang berkromosum X lebih dominan maka akan
lahir perempuan sedang apabila yang lebih dominan Y maka akan lahir laki-laki.
Barang kali inilah penjelasan sementara tentang informasi ayat ke 39 surat
Al-Qiyamah. Kemudian setelah ovum terbuahi akan menjadi zigot atau yang dalam
ayat ke 38 disebut ‘Alaqoh.23
Selain itu,
Al-Qur`an juga mengisyaratkan tentang kejadian alam semesta, bahwa langit dan
bumi tadinya merupakan satu gumpalan seperti digambarkan dalam QS.
Al-Anbiya`21: 30.
Dan apakah
orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya
dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya. dan dari
air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman?
Pada tahun
1929 Edwin P. Hubbel (1889-1953) mengadakan observasi yang menunujukkan adanya
pemuaian alam semesta. Hal ini sesuai dengan QS. Azdariyat ayat 57 bahwa alam
semesta berekspansi bukan statis sebagaimana diduga Enstin. Ekspansi itu
melahirkan sekitar seratur milyar galaksi yang masing-masing mempunyai 100
milyar bintang. Pada awalnya semua benda-benda langit tersebut merupakan
gumpalan gas padat terdiri dari proton dan neutron yang mempunyai kisaran
secara teratur, dan pada derajat temperature tertentu gumpalan tersebut meledak
yang proses ini lazimnya disebut Big Bang.
Diantara
isyarat ilmiyah lain adalah gunung. Secara eksplisit kata gunung dalam
Al-Qur`an disebutkan sebanyak 39 kali dan secara implisit terdapat 10 kali.
Dari 49 ayat tersebut 22 diantaranya menggambarkan gunung sebagai pasak atau
pancang bumi. Misalnya dalam surat An Naba` 78:7
Artinya :
Dan gunung-gunung sebagai pasak.
Begitu juga
dalam QS. 13:3, 15:19, 16:15, 21:31, 27:61, 31:10, 50:7, 77:27 dan 79:32.
Fakta-fakta
mengenai gunung, baru tersingkap oleh para pakar pada akhir tahun 1960-an,
bahwa gunung mempunyai akar, dan peranannya dalam menghentikan gerakan
menyentak horizontal lithosfer, baru dapat difahami dalam kerja teori lempengan
tektonik(plate tetonics). Hal ini dapat dimengerti karena akar gunung mencapai
15 kali ketinggian di permukaan bumi sehingga mampu menjadi stabilisator
terhadap goncangan dan getaran.
Lebih lanjut
Airy(1855) mengatakan bahwa lapisan di bawah gunung bukanlah lapisan yang kaku
melainkan gunung itu mengapung pada lautan bebatuan yang lebih rapat. Namun
demikian massa gunung yang besar tersebut diimbangi defisiensi massa dalam
bebatuan sekelilingnya di bawah gunung dalam bentuk akar. Akar gunung
memberikan topangan buoyancy serupa dengan semua benda yang mengapung. Ia
menggambarkan kerak bumi yang berada di atas lava dapat dibandingkan dengan
kenyataan sehari-hari yaitu seperti rakit kayu yang mengapung di atas air,
dimana permukaan rakit yang mengapung lebih tinggi dari permukaan lainnya juga
mempunyai permukaan yang lebih dalam. Dengan demikian permukaan bumi tetap
dalam Equilibrium Isostasis, artinya bawa permukaan bumi berada dalam titik keseimbangan
akibat perbedaan antara Volume dan daya grafitasi.
Masih banyak
lagi isyarat-isyarat ilmiyah yang disinggung Al-Qur`an misalnya tentang
kejadian awan, sistem kehidupan lebah, tumbuhan-tumbuhan yang berklorofil dan
seterusnya, yang semua itu merangsang terhadap adanya pembuktian-pembuktian
secara empiris dan rasionalis. Dan semakin bukti-bukti itu terkuak semakin
nyatalah kebenaran Al-Qur`an bahwa ia bukan buatan Muhammad. Bagaimana mungkin
seorang Muhammad yang 14 abad silam tak mengenal pendidikan tidak bisa
baca-tulis mampu menjelaskan hal itu semua.
Pertanyaan
selanjutnya adalah bagaimana posisi kebenaran ilmiyah terhadap isyarat-isyarat
ilmiyah Al-Qur`an?. Satu hal yang harus dipahami adalah bahwa Al-Qur`an
bukanlah buku kumpulan teori ilmiyah, ia lebih merupakan suatu petunjuk untuk
menuju pada tujuan yang benar. Apabila kita menganalisa sedikit ayat-ayat
diatas bahwa Al-Qur`an tidak hanya berhenti pada isyarat ilmiyah tetapi lebih
pada bagaimana setelah manusia itu memahami dan mengerti terhadap
isyarat-isyarat ilmiyah tersebut. Adapun ke-ilmiyah-an Al-Qur`an hanya sebatas
juklak agar tujuan-tujuan Tuhan lebih komunikatif dan efektif. Sehingga ada
perbedaan mendasar atas ke-ilmiyah-an Al-Qur`an dan “ke-ilmiyah-an” dalam
pengetahuan manusia. Sehingga dapat di analogkan ke-ilmiyah-an Al-Qur`an adalah
peta dan “ke-ilmiyah-an” manusia adalah proses penelusuran jejak-jejak
tersebut, oleh karenanya hanya bersifat justifikasi andaikata benar. Sebab
sevalid apapun ke-ilmiyah-an manusia ia tetap tunduk pada hukum-hukum dan
teori-teori ke-probabilitas-an manusia yang notabene bersifat serba terbatas.
5.
Kemukjizatan Al-Qur`an Dari Aspek Kisah-kisah Purba
Diantara hal
yang menarik dari Al-Qur`an adalah bahwa Al-Qur`an memuat beberapa cerita
kaum-kaum terdahulu, hingga jauh ke hulu sejarah peradaban umat manusia yang
tak mungkin buku sejarah manapun mampu mengcover secara akurat. Memang
Al-Qur`an tidak memaparkan secara kronologis-histories, karena memang Al-Qur`an
bukanlah buku sejarah. Al-Qur`an menggunakan sejarah purba tersebut hanya
sebagai icon terhadap sebuah fenomena tertentu dengan maksud dan tujuan
tertentu. Sehingga starting pointnya dalam memahami kisah-kisah yang terdapat
dalam Al-Qur`an bukan dari dimensi histories ansih, melainkan dari dimensi
agama kisah merupaka metode Tuhan dalam rangka menyampaikan ajaran yang
terkandung di dalamnya. Bahkan Al-Qur`an juga memberi informasi terhadap
kejadian-kejadian yang bakal terjadi, misalnya kemenangan bangsa Romawi atas
bangsa Persia pada masa sekitar sembilan tahun sebelum peristiwa tersebut
terjadi. Juga cerita tentang datangnya seekor binatang yang dapat
bercakap-cakap menjelang hari kiyamat, yang terdapat dalam surat An-Naml 27:
82.27
Artinya :
Dan apabila perkataan Telah jatuh atas mereka, kami keluarkan sejenis binatang
melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa Sesungguhnya manusia
dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami.
Manna’Kholil
Khattan menyebutkan macam-macam kisah yang terdapat di Al-Qur`an. Pertama,
kisah-kisah para Nabi dan segala hal yang menyangkut perjuangannya. Seperti
Nabi Nuh AS, Ibrahim AS, Musa AS, Isa AS, Muhammad SAW. dan seterusnya. Kedua,
kisah-kisah yang berhubungan dengan masa lulu dan orang-orang yang belum bias
dipastikan kenabiaanya. Misalnya kisah beribu-ribu orang yang pergi dari
kampungnya karena takut mati, kisah Talut dan Jalut, dua orang putra Adam,
Ashaabul kahfi, Zulkarnain, ashaabul Sabt, Karun dan lain-lainnya. Ketiga,
kisah yang berhubungan dengan peristiwa yang terjadi pada Nabi Muhammad SAW.
seperti perang badar, prang uhud, perang Hunain, perang Ahzab, tentang Isra`
dan Mi’raj dan lain-lain.
Sementara diantara
kritikus baik dari orientalis maupun oksidentalis ada yang meragukan. Salah
satunya seperti yang dikutip Manna’Kholil Khattan, bahwa salah satu kandidat
doctor di Mesir mengajukan judul Al Fannul Qasasiy fil Qur`an, yang intinya
dalam disertasi tersebut menyatakan bahwa kisah-kisah dalam Al-Qur`an merupakan
karya seni yang tunduk kepada daya cipta dan kreatifitas kaidah-kaidah seni,
tanpa harus memegangi sisi kebenaran sejarah. Dari pernyataan ini jelas sekali
bahwa ia meragukan kebenaran terhadap kisah-kisah dalam Al-Qur`an.
Dalam
Al-Qur`an surat Al-Hadid (57) :26 disebutkan:
Artinya :
“Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus Nuh dan Ibrahim dan kami jadikan kepada
keturunan keduanya kenabian dan Al kitab, Maka di antara mereka ada yang
menerima petunjuk dan banyak di antara mereka fasik”.
Barang kali
kita merasa tertohok jika ada orang bertanya kapan dan dimana Nabi Nuh itu
hidup adakah bukti-bukti secara empiris terhadap hal itu?. Untuk menelusuri
pertanyaan ini kita dapat murujuk pada tradisi Islam yaitu Al-Qur`an-hadis dan
sebagainya, tradisi Semitis yang meliputi injil, data arkeologis dan
antropologis.
Al-Qur`an
surat 11:44, mengisahkan bahwa perahu Nabi Nuh terdampar di Maulana Yusuf menafsirkan, gunung Judy
terletak di daerah gunung Judy.
yang meliputi distrik Bohran di Turki; yaitu dekat perbatasan Turki sekarang
dan Irak dan Syiria. Yakni pegunungan besar Plateau Ararat yang mendomonasi
distrik ini.
Dalam
teradisi Islam dari Imam Abu al-Fida’ Al-Tadmuri (Mattewhs 1949) dapat
disimpulkan bahwa sejarah Nabi Nuh AS mulai sekitar 6000 tahun yang lalu atau
4000 SM. Sementara daerah sekitar seperti ayat di atas di huni oleh penduduk
lembah Trigis Hulu atau keturunan mereka. Di samping itu pertemuan tadisi Islam
dan Injil menguatkan hal tersebut. Menurut Al-Tadmuri nabi Nuh mempunyai tiga putra
yaitu Sam, Ham dan Yafat. Menurut tradisi Injil dan Yahudi putra Nabi Nuh
adalah Shem, Ham dan Japhet. Sementara Kanaan masih polemic ada yang mengatakan
termasuk putranya atau cucunya dari Ham, yang jelas masih keluarga Nabi Nuh.
Para sarjan
Yahudi percaya bahwa Sam adalah cikal-bakal kelompok ras yang umumnya sekarang
disebut Timur Tengah. Ham dianggap sebagai nenek moyang oaring yang tinggal di
Afrika Utara sedangkan kanaan sebagai asal-usul Canaanites yaitu Hittites,
Amorites, Jebusites, Hivites, Girghasites dan Perrizites. Dan Yafat dianggap
sebagai bapak dari bangsa yang mendiami daerah utara dan barat Palestina.
Keterangan
yang mirip di tuturkan oleh Al-Tadmuri dalam bukunya Muthir Al-Gharam Fi Fadl
Zuyarat Al-Khalili dengan mengutip riwayat At-Tha’labi bahwa Sam adalah bapak
dari orang Arab, Parsi dan Yunani, Ham adalah bapaknya orang Negro dan Yafat
adalah bapaknya orang Turki, Barbar dan Ya’juj dan Ma’juj.
Dari
perkawinan tradisi di atas nampak formasi kehidupan Nabi Nuh sekaligus
mempertegas terhadap kisah yang ada dalam Al-Qur`an bukanlah mengada-ada.
Meskipun dari sudut latar, setting, plot dan alur tidak jelas. Karena Al-Qur`an
tidak hendak me-narasi-kan suatu peristiwa dengan pendekatan sastra. Dan
menurut penulis eksistensinya Al-Qur`an sebagai satu kesatuan yang tak dapat
dipisahkan -terkait dengan masalah kisah-kisah ini- maka bila satu kisah sudah
dapat dibuktikan secara empiris maka ini sekaligus membuktikan bahwa seluruh
kisah dalam Al-Qur`an adalah benar dan non fiktif adanya.
6.
Kemukjizatan Al-Qur`an dari aspek Tasyri’ (hukum)
Tak kalah
menakjubkan lagi ketika Al-Qur`an berbicara tentang hukum(tasyri’) baik yang
bersifat individu, sosial(pidana, perdata, ekonomi serta politik) dan ibadah.
Sepanjang sejarah peradaban umat, manusia selalu berusaha membuat hukum-hukum
yang mengatur sekaligus sebagai landasan hidup mereka dalam kehidupan mereka.
Namun demikian hukum-hukum tersebut selalu direkonstruksi diamandement bahkan
dihapuskan sesuai dengan tingkat kemajuan intelekstualitas dan kebutuhan dalam
kehidupan sosial yang semakin kompleks. Perkara ini tak berlaku pada Al-Qur`an.
Hukum-hukum Al-Qur`an selalu kontekstual berlaku sepanjang hayat, dimanapun dan
kapanpun karena Al-Qur`an datang dari Zat yang Maha Adil lagi Bijaksana.
Dalam
menetapkan hukum Al-Qur`an menggunakan cara-cara sebgai berikut; pertama,
secara mujmal. Cara ini digunakan dalam banyak urusan ibadah yaitu dengan
menerangkan pokok-pokok hukum saja. Demikian pula tentang mu’amalat badaniyah
Al-Qur`an hanya mengungkapkan kaidah-kaidah secara kuliyah.sedangkang
perinciannya diserahkan pada As-Sunah dan ijtihad para mujtahid. Kedua, hukum
yang agak jelas dan terperinci. Misalnya hukum jihad, undang-undang
peranghubungan umat Islam dengan umat lain, hukum tawanan dan rampasan perang.
Seperti QS. At-Taubah 9:41. Ketiga, jelas dan terpeinci. Diantara hukum-hukum
ini adalah masalah hutang-piutang QS. Al-Baqarah,2:282. Tentang makanan yang
halal dan haram, QS. An-Nis` 4:29. Tentang sumpah, QS. An-Nahl 16:94. Tentang
perintah memelihara kehormatan wanita, diantara QS. Al-Ahzab 33:59. dan
perkawinan QS. An-Nisa` 4:22.32
Yang menarik
diantara hukum-hukum tersebut adalah bagaimana Tuhan memformat setiap hukum
atas dasar keadilan dan keseimbangan baik untuk jasmani dan rohani, individu
maupun sosial sekaligus ketuhanan. Misalnya shalat yang hukumnya wajib bagi
setiap muslim yang sudah aqil-balig dan tidak boleh ditinggalkan atau diganti
dengan apapun. Dari segi gerakan banyak penelitian yang ternyata gerakan shalat
sangat mempengaruhi saraf manusia, yang intinya kalau shalat dilakukan dengan
benar dan khusuk (konsentrasi) maka dapat menetralisir dari segala penyakit
yang terkait dengan saraf, kelumpuhan misalnya. Juga shalat yang kusuk
merupakan bentuk meditasi yang luar biasa, sehingga apabila seseorang melakukan
dengan baik maka jiwanya akan selamat dari goncangan-goncangan yang
mengakibatbatkan sters hingga gila.
Dalam
konteks sosial shalat mampu mencegah perbuatan keji dan mungkar seperti dalam
QS. Al-‘Ankabut 29: 45,
Artinya :
45. Bacalah
apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan
mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
yang kedua
perbuatan tersebut merupakan biang kerok penyakit sosial. Semua bentuk
kejahatan sosial seperti politik kotor, korupsi, kriminalitas pelecehan seksual
yang semua itu disebabkan oleh nafsu (potensi) syaitoniyah dan shalat adalah
obat mujarab untuk itu. Contoh lain misalnya Al-Qur`an Ali iIran 2:159 yang
menanamkan sistem hukum sosial dengan berdasar pada azas musyawarah.
Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka.
sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[33]. Kemudian apabila
kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Ayat diatas
menganjurkan untuk menyelesaikan semua problem sosial dengan azaz musyawarah
agar dapat memenuhi keadilan bersama dan tidak ada yang dirugikan. Nilai yang
dapat diambil adalah bagaimana manusia harus mampu bertanggung jawab terhadap
diri sendiri dan kelompoknya, karena hasil keputusan dengan musyawarah adalah
keputusan bersama. Dengan demikian keutuhan masyarakat tetap terjaga. Ayat
selanjutnya apabila sudah sepakat dan saling bertanggung jawab maka bertawakkal
kepada Allah. Hal ini mengindikasikan harus adanya kekuasaan mutlak yang
menjadi sentral semua hukum dan sistem tata nilai manusia.
Demikianlah
karakteristik sekaligus rahasia hukum-hukum Tuhan yang selalu menjaga keadilan
dan keseimbangan baik individu, sosial dan ketuhanan yang tak mungkin manusia
mampu menciptakan hukum secara kooperatif dan holistic. Oleh karena itu tak
salah bila seorang Rasyid Rida -sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab-
mengatakan dalam Al-Manarnya bahwa petunujuk Al-Qur`an dalam bidang akidah,
metafisika, ahlak, dan hukum-hukum yang berkaitan dengan agama, sosial, politik
dan ekonomi merupakan pengetahuan yang sangat tinggi nilainya. Dan jarang
sekali yang dapat mencapai puncak dalam bidang-bidang tersebut kecuali mereka
yang memusatkan diri secara penuh danmempelajarinya bertahun-tahun. Padahal
sebagaimana maklum Muhammd sang pembawa hukum tersebut adalah seorang Ummy dan
hidup pada kondisi dimana ilmu pengetahuan pada masa kegelapan.
KESIMPULAN
Al-Quran
turun selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, dari 17 Ramazan tahun 41 dari kelahiran
Nabi sampai 9 Zulhijjah Haji wada`tahun 63 dari kelahiran Nabi atau 10 H
Al-Quran turun melalui tiga tahap yaitu Al Quran turun sekaligus
dari Allah ke Lukh mahfudh, Al- Quran turun dari laukh mahfudh ke bait Al-
izzah dan Al-Quran turun dari bait Al- izzah ke hati Nabi melalui perantara
Jibril dengan berangsur-angsur, kadang satu ayat, dua ayat, bahkan satu surat.
Berbagai
metode penulisan Al Qur’an dari masa ke masa dilakukan untuk menjaga
keaslian Al Qur’an hingga akhir zaman.
Menanggapi
masalah definisi mukjizat yang telah dihadirkan para ulama, penulis lebih
cenderung pada makna “bukti”, hal ini didasarkan pada bahwa kata “mukjizat”
tidak ditemukan dalam al-quran melainkan kata “ayat”. Bukti-bukti inilah yang
luar biasa sehingga manusia khusunya masyarakat Arab ketika itu bertekuk lutut
atau paling tidak sebenarnya mereka mengakuinya. Diantara bukti-bukti yang luar
biasa tersebut adalah pada aspek kebahasaannya, isyarat-isyarat ilmiyah dan
muatan hukum yang terkandung didalamnya.
Ditilik dari
kebahasaan, Al-Qur`an mempunyai kandungan makna luar biasa baik yang dihasilkan
dari pemilihan kata, kalimat dan hubungan antar keduanya, efek fonologi
terhadap nada dan irama yang sangat berpengaruh terhadap jiwa penikmatanya atau
efek fonologi terhadap makna yang ditimbulkan serta deviasi kalimat yang sarat
makna. Ditambah lagi adanya keseimbangan redaksinya serta keseimbangan antara
jumlah bilangan katanya. Sehingga tak heran bila Al-Qur`an menempatkan dirinya
sebagai seambrek simbul yang sangat kominikatif lagi fenomenal.
Tak kalah
serunya Al-Qur`an dilihat dari demensi ilmiyah. Bagaimana Al-Qur`an mendiskripsikan
tentang reproduksi manusia, hal ihwal proses penciptaan alam beserta frora dan
faunanya tentang awan peredaran matahari dan seterusnya yang semua itu dapat
dibuktikan keabsahannya melalui kacamata ilmiyah, sehingga menujukkan bahwa
Al-Qur`an sejalan dengan rasio dan akal manusia.
Adanya
kisah-kisah misterius dalam Al-Qur`an, menempatkannya sebagai ajaran kehidupan
yang mencakup total tata nilai mulai hulu peradaban umat manusia hingga
hilirnya. Bahwa peristiwa-peristiwa tersebut sengaja dihadirkan oleh Tuhan agar
manusia mampu menjadikannya sebagai ‘ibrah kehidupan. Ia merupakan sebuah
metode yang dipilih Tuhan untuk menuangkan nilai yang terkandung didalamnya.
Keistimewaan
Al-Qur`an yang paling esensi adalah petunjuk hukum secara kooperatif, komprehensif
dan holistik baik yang berkenaan masalah akidah, agama, sosial, pilitik dan
ekonomi yang secara umum bertolak pada azaz keadilan dan keseimbangan, baik
secara jasmani dan rohani, dunia dan akhirat atau manusia sebagai indifidu,
social masyarakat atau dengan Tuhannya. Demikianlah yang dapat penulis paparkan
dan akhirnya wallahu ‘alam bish-shawab.
SUMBER
Rosihan Anwar. 2004. Ulumul Quran . Bandung : Pustaka
Setia Al- Shalih Subhi. 1990. Mabahis Fi Uluimil Quran . Jakarta: Tim
Pustaka
Al-Qur`an Terjemah versi مجمع الملك المدينة المنورة
1418 H
Dekdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal 596,
Balai Pustaka Jakarta, Cet. Ke II 1989
M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur`an, Misan Bandung,
cetakan V April 1999
Manna’ Khalil al_Qattan, Studi Ilmu Qur’an ( terjamahan
dariمباحث في علوم القرآن ), Litera Antar Nusa dan Pustaka Ilmiyah, IKAPI
Yogyakarta, cetakan V 1998
Prof. DR. H. Said Aqil Munawar, MA, Al-Qur`an
Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat Press Jakarta, Cetakan ke 2 Agustus
2002
Shihabuddin Qulyubi, Stilistika Al-Qur`an, Titan Ilahi
Perrs yogyakarta cetakan 1 November 1997
M. Syahrur, al-Kitab wa Al-Qur`an (qiraatun
mu’asharatun), Syarikah Al-matbuu’ah littauzii’ wa an-nasyr Beirut Libanon
cetakan ke VI 2000.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar